Badjak untuk Petani
Apakah jang lebih indah didunia ini
Selain mempertahankan tanah kepunjaan sendiri?
Kalian berdjuang untuk makan
Dikampung halaman
Kampung jang terasing oleh tangan² laknat
Tetapi betapa dihati melekat erat.
Kalian gemetar dan lapar
Dibumi jang subur, ditanah jang makmur
Betapa tinggi perbedaan kehidupan
Ditanah air tertjinta jang diagungkan.
Bintang² dipundak semakin meninggi
Ditengah bandjir airmata dan darah
Antara dua pahlawan:
Satu pahlawan pengchianat
Satu pahlawan rakjat.
Dan kami barisan penjair
Tegak siap pada jang benar
Dibarisan terhina jang lapar.
Sobron Aidit
23 Nopember 1961
Hidup petani desa
bila warna sendja tiada lagi tjemerlang
petani desa lintjah melenggang atas pematang
dikerut keningnja kepahitan membajang
dalam menempa hidup tenaga dan tjita adalah djuang
andai lelah sudah dibenam sendja
anak desa berketjimpung disungai, silau tua
sedang suami tertjinta belum pulang dari kota
beli badju tini untuk bekal hariraja
aih adakah kebahagian meresap ketjelah dada
bila sekaleng padi ditukar dengan sekilo gula gula
dua kali sudah tanah ini ditraktor belanda
dua kali pula suami tertjinta tersuruk dalam pendjara
tapi hati masih setia – masih setia
kalau malam telah turun mendjamah desa
anak tani pulas dibuai mimpi mesra
untuk kerdja besok, malam ini tempa tenaga.
Chalik Hamid
Medan, enampuluhsatu
Dua kelahiran
I
dia petualang
jang ketjarian tanpa kehilangan
dan dia rindu.
bajangkan kerinduan
tak ada jang dirindui
dan dia duka.
bajangkan kedukaan
rasa jang perih menjajat
rasa denjut melarut.
inilah kemabukan derita
jang mengaburkan batas
antara kenjataan dan ketidaknjataan
dan dia mendendam.
bajangkan dendam
jang terpendam dalam
jang merujak.
inilah kelahiran
jang membawa luka
didada.
II
dia pedjuang
dan dia menemui kelahiran.
inilah kelahiran oleh luka
jang diderita
dan oleh duka
jang memikul kekalahan demi kekalahan.
Tapi kelahiran ini
kemenangan dalam diri
atas diri sendiri.
kebentjian tiada mengesam
kemarahan tak padam²
kegairahan dan kegigihan jang senapas.
inilah kelahiran api
dari tjetusan badja
hanja sepertjik
membakar dunia.
III
dia lahir bersama urinja
bersama darah.
itulah kelahiran manusia
kelahiran Imam Bondjol, Diponegoro, Hasanuddin
dan sebelumnja lagi;
kelahiran Hadji Misbach, Monginsidi,
Dermo dan Termo
dan Kertosentono.
kemudian datanglah maut
bersama matapedang
bersama mulutbedil
atau kesunjian pembuangan.
dia lahir dari kematian ini
mewarisi deritahati
jang djuga deritahatinja.
kematian djadi kelahiran baru
kelahiran jang membedakan
dan jang menentukan
kemenangan hidup atas mati.
Hr. Bandaharo
Medan, Desember 1957
__________
Semua puisi di atas ditik ulang dari antologi yang diterbitkan oleh Bagian Penerbitan Lembaga Kebudayaan Rakyat, Matinja Seorang Petani (1961). Buku tersebut – senasib dengan kumpulan puisi Jang Bertanahair Tapi Tidak Bertanah karya Sabar Anantaguna serta Demokrasi Kita karya Mohammad Hatta – sempat dibredel oleh militer sebagai Penguasa Perang.
FYI, antara Maret 1957 hingga 1 Mei 1963, Penguasa Perang memiliki kekuasaan tak terbatas untuk memberlakukan sensor dan pelarangan terbitan. (Lihat: Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor23/Perppu/1959 Tentang Keadaan Bahaya, Pasal 40).
Pada tahun 1963, Konferensi Nasional LEKRA digelar untuk menggalang front kebudayaan revolusioner, salah satu keputusan rapat besar LEKRA menuntut dicabutnya pelarangan antologi puisi tersebut.
Comments