: kepada Izrail
Sejak kadung percaya kepada dongeng purba
tentang tangan yang kelak menautku menuju tiada
aku selalu bersetia menanti
dan bertanya akan kapan kau tiba
Aku terbayang suatu hari di mana kau kusambut
dengan peluk yang mesra sekali
seakan seluruh rindu meluruh di sana
(dan perlahan beberapa titik airmata gugur juga)
Mau kau apakan aku setelahnya
tak peduli, terserah. Sudah sesak cinta
yang dulu-dulu kusembunyikan
bahkan darimu sendiri
Jangan beri aku teka-teki ini
sebuah penantian
yang seolah asing dan tak berkesudahan
Tapi kau tak pernah hirau
meski kita telah bersumpah
akan mengitari langit sebelum mengantarku
kepada hidup yang abadi
Kita memang berjumpa sesekali
di sebuah rumahsakit, pada suatu puisi, atau sepi yang lain
tapi nyalang matamu selalu mengeja semacam tanda
; kau belum cukup bahagia
Ah, kebahagiaan seperti apa?
Aku telah menjadi Canina
yang menganggap tragedi hidup
cukup untuk membuat tergelak hingga senja kala usia
Jangan tiba lama-lama
sebelum aku mendadak terisak
oleh cinta, segala mula sajak
Aku curiga, surat yang tempo hari
kutitipkan pada embus angin sebagai tengara
seorang bocah yang tak paham arah menuju tiada
tak pernah kau terima
Padahal telah kurangkai selamat tinggal
kepada sepasang kupu-kupu
kepada bulan di ujung malam
kepada aku
Meski Subagio pun bilang,
tak ada yang akan hilang dari perpisahan
semua pulih
kalau mau, orang-orang cuma perlu berpura bersedih
Jangan biarkan genggam lembut jari kekasih
menarik seluruh tubuhku
dari tepi tebing masa lalu
Apa lagi yang menghalang
bukankah jarak kita hanya serentang
ruang setelah titik
yang menjerat dua kalimat?
Di sini kini telah kuasingkan diri
jauh dari gemuruh-gemuruh
juga dari mimpi seorang penyair
yang pura-pura bersitahan mencintai takdir
Jangan antar kembali ingatan
sebuah kenangan yang ingin kukekalkan
menjebak lebih lama dan aku tertahan
Tahun-tahun yang tak akan kualami
biarlah jadi beberapa baris puisi
yang terbakar sesaat sebelum kata pertama
sempat dibaca
Bandung, 18-03-2022
Angga
Comments