Dihaturkan untuk memperingati 69 tahun insiden Ciparay. Translasi ini dijamahi dari memoar yang tersemat dalam sebuah kolom surat kabar Preangerbode, pada 30 Maret 1953.
27 tewas, 17 terluka
Ciparay memakan banyak korban
teroris berjajar melalui kota melakukan pembunuhan dan penjarahan
Pada malam hari dari Sabtu hingga Minggu, sekelompok teroris bersenjata lengkap, diperkirakan berjumlah tiga ratus hingga lima ratus orang, berhasil menyerbu Ibu Kota Kecamatan Ciparay dan melakukan pembantaian besar-besaran terhadap penduduk di tengah kota. Paledang dan Gunung Leutik. Dua puluh tujuh — orang termasuk wanita, anak-anak, dan orang tua terbunuh dengan darah dingin, sering kali dengan cara yang paling mengerikan. Banyak rumah — seluruhnya 31 — dibakar habis, banyak penduduk Ciparay sekarang tidak memiliki apa-apa selain pakaian tipis.
Kejutan terjadi saat sebagian besar penduduk Ciparay sedang mendengarkan pertunjukan wayang yang disiarkan oleh radio Bandung yang dibawakan oleh dalang Parta Suwanda yang terkenal. Pada satu titik, warga mendengar banyak langkah kaki bergema di luar dan segera setelah itu terdengar suara gedoran keras di pintu rumah. Orang-orang yang tidak curiga dalam banyak kasus tidak tahu apa yang harus dilakukan; beberapa panik dan mengumpulkan beberapa pakaian dan mencoba menghindari lewat pintu belakang rumah, sementara yang lain — tanpa curiga — membuka pintu depan. Jika yang terakhir terjadi, para teroris segera mendesak memasuki rumah, menyeret orang-orang ke luar dan menembak mereka tanpa pengadilan. Jika permintaan untuk membuka pintu tidak segera dipenuhi, pintu akan ditendang dan adegan yang sama seperti yang dijelaskan di atas demikian.
Tragedi yang terjadi di Ciparay pada malam Sabtu hingga Minggu hampir tak terlukiskan. Ada kisah tentang seorang warga yang mendengar keributan di luar, merangkak bersama istrinya ke salah satu bangunan luar di bawah dipan. Namun, ketika gedoran di pintu tidak berhenti, pria itu tidak tahan lagi dan panik, dia berlari ke depan dan membuka pintu. Beberapa detik kemudian dia tewas — ditembak tanpa ampun oleh para gerombolan. Istrinya, mendengar tembakan, bersembunyi dan berhasil melarikan diri. Rumah itu terbakar. Di rumah yang berdekatan tinggal seorang suami, istri dan lima anak. Seluruh keluarga ini, di antaranya adalah istrinya yang sedang hamil, berhasil melarikan diri melalui jendela, ketika para gerombolan menggunakan botol bensin membakar bangunan luar dan dapur.
Selama hampir satu setengah jam orang-orang ini menjaga diri bersembunyi di sebuah kolam kecil sedikit lebih jauh, sementara semua harta banda mereka dilalap api. Cerita yang sangat tragis diceritakan juga dari kisah wanita yang sedang duduk di ranjang menjaga suaminya sakit ketika gerombolan menyerbu rumahnya. Bahkan tanpa mengindahkan permohonannya, gerombolan itu mengarahkan senjata pada orang sakit dan menembak istrinya, dan terjadilah sebuah pertarungan. Tak lama kemudian mereka melemparkan mayatnya ke dalam api rumahnya sendiri.
Tenggelam
Saat Lurah Paledang menggelar rool call pada Minggu pagi untuk mengetahui warga mana yang tiada: penjual sirih berusia 48 tahun Rustama dan istrinya. Rumah mereka dilalap api, namun tidak ada jejak penghuninya yang bisa ditemukan. Sampai seorang anak laki-laki di sebelah melihat sekilas ke sumur yang berdiri di dekat rumah dan menemukan penemuan yang memilukan bahwa di dalam sumur ada mayat orang-orang yang dicari terjebak di sana dengan kepala yang tertunduk. Mayat korban ini tidak menunjukkan luka apa pun dan oleh karena itu dapat diasumsikan bahwa baik pria mau pun wanita tersebut dibuang begitu saja ke dalam sumur oleh orang yang menyerang mereka dan meninggal karena tenggelam
Kisah Haji Sadik yang saat ini dirawat di RS Ranca Badak juga menunjukkan betapa kejamnya aksi gerombolan tersebut. Seperti banyak penduduk yang diteror, dia mendengarkan radio di rumahnya di pinggir jalan utama ditemani seorang anak berusia 14 tahun. Saat gerombolan mendekat, dia mencoba bersembunyi dengan bocah itu di bawah rumah, tetapi beberapa gerombolan tampaknya melihat mereka, segera menembaki sosok yang merayap. Anak laki-laki terbunuh sedangkan Haji Sadik dibiarkan terluka parah. Anak-anak digunakan sebagai tameng membunuh, menjarah dan membakar.
Gerombolan melewati kampung Paledang dan Gunung Leutik, meninggalkan jejak kengerian dan kehancuran di mana-mana. Di mana laki-laki ditemukan, mereka ditembak begitu saja dan seperti yang ditunjukkan oleh komite resmi dari juru bicara Angkatan Darat dan Wilayah, para gerombolan sering menggunakan memanfaatkan tindakan mereka dengan anak-anak biasa digunakan sebagai tameng dalam tindakan mereka. Begitu orang-orang itu terbunuh, para anggota gerombolan menjarah dan membakar rumah-rumah. Namun, betapa bejadnya para gerombolan perampas kekuasaan di kampung-kampung yang bersangkutan telah mendatangkan malapetaka, bagaimana pun, baru terlihat keesokan paginya, ketika para wanita dan anak-anak dirampas di antara reruntuhan rumah mereka lolos nyala api. Dan benar-benar terdiam berjongkok melihat sisa-sisa tragedi. Dua puluh tujuh warga ditemukan tewas di malam yang mengerikan ini dan tujuh belas orang terluka harus dipindahkan ke rumah sakit Ranca Badak di Bandung. Tiga dari mereka yang terluka telah dapat kembali ke Ciparay. Di antara empat belas lainnya adalah enam pria dan delapan wanita.
Jakarta, 07-04-2022
Rakasiwi Darmawan
Comments